Mengenang Euforia Hari Raya

Gue ingat pada malam yang sama seperti malam ini.
Seperti tahun lalu dan tahun-tahun sebelumnya.
Di seluruh penjuru, tiap masjid mengumandangkan takbir kemenangan, tanda berakhirnya bulan suci Ramadhan.
Umat muslim di seluruh dunia sungguh menantikan datangnya hari ini.

Gue ingat. Bertahun-tahun yang lalu. Kala gue masih kecil, belum menstruasi, gue selalu bersemangat pada malam takbiran. Merasa gemuruh gendang dan bedug yang gue dengar mampu mengisi rongga-rongga dada gue yang rata, gue menghirup sedalam-dalamnya bau kemenangan. Kemenangan karena gue berharap besoknya dapat banyak sekali uang saweran dari tetangga, sodara, dan bokap nyokap gue.
Gue ingat, tiap malam takbiran itu, gue selalu menyiapkan dengan baik dompet dan tas jinjing gue, baju dan sepatu baru gue. Menyiapkan apa yang akan gue pakai saat sholat Ied esoknya. Kadang juga melatih gerakan tangan gue biar ga pegel salim-saliman sama orang-orang tua yang mungkin akan gue temui esok.

Gue pun ingat, seperti apa perasaan riang gue waktu itu. Lebaran.
Dalam otak anak kecil yang lugu saat itu gue hanya memikirkan betapa gembiranya gue bisa terlahir kembali, dosa-dosa gue dihapuskan.
Lebaran yang dinantikan dan segala hal yang dilakukan untuk menyambutnya. Malam takbiran. Konvoi. Petasan. Kembang api. Bedug.
Pernah di suatu malam gue berkunjung ke rumah sepupu gue yang di Jatibening, kami main petasan dan kembang api. Girang bukan main, walaupun gue agak takut-takut dengan percikan apinya yang terlihat sangat mempesona itu.
Euforia yang menyenangkan sekaligus menenangkan.

Malam ini ..
Kenapa gue bisa duduk berhadapan dengan laptop dan mengetik setengah lincah pada keyboard, adalah bentuk kerinduan gue pada euforia itu.
Semangat Hari Raya.
Seiring dengan bertambahnya usia, sekaligus seharusnya pemahaman gue terhadap agama yang gue anut --bukan hanya mengikuti hari-hari besarnya, gue makin merasa kehilangan perasaan-senang-sekaligus-tenang-dan-bersemangat menyambut Ramadhan dan Lebaran.

Ada yang salah gak dengan diri gue?
Komentar sederhananya adalah begini, "kok puasa dan lebaran kali ini tampak berlalu biasa-biasa saja ya?"
Agak miris sebenarnya kalau kalimat itu bisa terlontar dari mulut gue. Maka gue istighfar.
Gue mengutip kalimat itu dari kenalan gue.
Namun gue gak mengingkari pernyataannya. Gue pun merasakan apa yang dia rasakan.
Ini yang jadi PR buat gue nantinya. Mudah-mudahan masih diberi nikmat sehat oleh Allah hingga gue masih bisa menikmati tahun-tahun berikutnya dan mempersiapkan diri gue merasakan kembali euforia itu. Layaknya waktu gue masih seorang gadis kecil.
Amin.

Jadi, di malam takbiran yang dingin, agak membosankan namun penuh berkah rahmat ini, gue memohon dengan amat sangat kepada seluruh pembaca yang kebetulan lewat dan tentu saja terpaksa baca.

Gue mohon maaf sedalam-dalamnya.
Maaf apabila yang gue tulis ini ga sesuai dengan kaedah bahasa Indonesia maupun kaedah blog yang benar.
Maaf bila kerjaan gue cuma nyampah dan maksa beberapa di antara kalian untuk baca postingan gue.
Maaf bila ada pihak-pihak yang dirugikan oleh postingan gue.

Sekali lagi gue mohon ..
Mohon tinggalkan komentar kalo ada yang merasakan hal serupa dengan gue :p
Met lebaran semuanya !!!

Taqobalallahu minna wa minkum. 
Minal Aidin Wal Faidzin.

Comments

Popular Posts