Mencari Hiro - Batasan

Hiro berubah. Aku kewalahan.

Biasanya dia mau diajak kerjasama, sekarang jadi banyak nolaknya. Bagaimana cara reset-nya? Bisakah Hiro kembali seperti Hiro yang dulu, paham aturan dan batasan?

Berdasarkan hasil konselingku yang aku cerita di blog sebelumnya, Psikolog OMDC menyarankan aku untuk menjalankan terapi bermain, Filial Play Therapy.

Mendengar nama terapi mungkin untuk sebagian orangtua akan menganggap ini sesuatu yang dibesar-besarkan; "namanya juga anak-anak". Bagai kalimat ajaib yang mewajarkan anak memiliki perilaku tertentu (yang biasanya negatif). Aku & suami berpikir justru karena masih anak-anak jadi harusnya bisa dibilangin yang baik. Oleh karena itu, kami sudah menanamkan value keluarga kami kepada Hiro sejak dini. Namun, karena keputusanku yang keliru, aku harus memperbaiki ini dan mulai dari awal lagi.

Aku masih awam sekali dengan Play Therapy, sudah browsing tapi masih ga paham juga. Praktiknya seperti apa sih? Dengan berbagai pertanyaan di kepala, aku tetap datang di pertemuan pertama kali dengan Filial Play Coach hari itu. 

Coach Andi JG menyapa Hiro dengan energi se-level anak-anak. Hiro yang masih menarik diri tetap nempel di aku dan mengisyaratkan penolakan. Ruangan praktek sudah disiapkan dengan berbagai macam mainan, Hiro belum tertarik. 

Aku ditanyai beberapa pertanyaan oleh coach; apa yang membuat aku datang ke sini, apa masalah yang aku hadapi dan apa harapan aku setelah terapi. Lalu, aku dan Hiro diberi waktu untuk bermain di area bermain di dalam ruangan praktek selama 10 menit, sementara coach mengawasi.

Hasilnya? Banyak yang perlu dikoreksi. Selama bermain tadi ternyata lebih banyak tentang aku, ketimbang tentang anakku. Aku yang mengarahkan permainan, aku yang ngajak Hiro untuk pegang mainan tertentu, aku BANYAK TANYA. Sedangkan Hiro saat itu sedang observasi mainannya. Hujan pertanyaan dari aku MEMECAH FOKUS dan kepercayaan dirinya.

Aku tidak pernah melihat fakta seterang ini. Pelajaran yang aku ambil dari Filial Play Therapy untuk pertama kalinya dan aku benamkan dalam pikiran aku adalah "Connection Before Correction" - koneksi sebelum koreksi. Coach Andi bilang kalau kita mau anak mudah diajarin sesuatu -dikoreksi, koneksi yang baik dengan anak harus dibangun dulu. Aku pikir aku udah cukup koneksi sama Hiro karena hampir setiap hari aku yang temani dia main kan sepulang kerja. Aku ajak dia main di akhir pekan juga. Ternyata cara aku main itu KURANG membangun koneksi. Jadi caranya gimana? Fokus ke anak -ini yang menjadi kunci Filial Play Therapy. Oleh karena itu, terapi ini menerapkan non-directive play. Yeorobund, ini sungguh sesuatu tantangan!

Di sesi pertama ini aku diberi kisi-kisi skill Filial Play yang harus aku kuasai dalam 10-12 kali pertemuan. Coach Andi juga infokan cara bermain secara garis besar, yang aku ingat di sesi pertama itu adalah: tiru semua yang dilakukan anak, sampai berguling pun harus kita tiru, selama itu aman. Anak cerita sesuatu juga bisa kita ulang pernyataannya tapi bukan yang nge-beo banget ya.

*nge-beo: niruin setiap kata kayak burung beo

Yang terpenting adalah menyamakan level energi dengan anak. Tidak boleh terlalu bersemangat, tidak boleh lemes, harus setara. Anak kasih lelucon yang gak lucu, tapi dia ketawa ngakak, kita pun harus ikut ketawa.

Kirain ketawa karir cuma ada di kerjaan aja, ternyata saat bermain dengan anak pun perlu ya ketawa karir.

Aku jadi merasa bersalah sama Hiro karena dulu tiap dia bikin silly jokes atau cerita hal yang konyol, aku gak ikut ketawa. Aku malah bilang, "yang lucu buat kamu belum tentu lucu buat mama".

Bayangkan betapa sedihnya dia saat itu, dia bilang "Hiro kan pengen mama ketawa". Apa saat itu raut muka aku selalu terlihat tegang ya? Maafkan mama, Hiro.. Sekarang mama belajar jadi orangtua yang baik buat Hiro. Kita berproses bersama ya ♡

Supaya special time berjalan dengan baik, aku diminta untuk membuat jadwal special time dengan Hiro berdurasi 30 menit selama 1 minggu (5x special time). Jadwal yang paling cocok untuk kami adalah setelah pulang kerja, sebelum bed time routines. Aku juga diberi panduan untuk menguasai skill minggu pertama ini.

Skill 1: Setting & Boundaries

Aku harus menentukan area bermain special time. Karena area bermain yang paling nyaman buat Hiro di kamar, jadilah area puzzle mat ini dinobatkan sebagai arena kami. Peraturannya adalah selama special time tidak boleh melewati arena. Aku pakai trik, the floor is lava, karena kebetulan Hiro lagi senang main itu. Lalu karena daya imajinasinya, puzzle mat berubah menjadi pulau es yang dilengkapi dengan shield penahan lava. Wow!
Lima belas menit main berlalu, Hiro mulai berusaha menghancurkan shield dengan senjata imajiner dia. Ini tanda-tanda dia mau break the boundaries, tanda bahwa otaknya bekerja jadi aku tidak perlu cemas soal itu. Aku hanya perlu mengulang peraturan bermain. Menurut panduan, jika anak tidak bisa mematuhi aturan dan batasan sebanyak 2-3 kali, special time harus dihentikan.
Jenis mainan untuk special time ini harus yang aman dimainkan oleh anak dan yang mendukung daya imajinasi; bisa kertas hvs, origami, gunting, krayon, spidol, boneka, mobilan, figur hewan, apapun. Yang penting aman untuk anak dan sesuai usia.

Di area bermain juga ditulis jadwal harian

Saat bermain, dilarang pakai timer, ya. Aku cukup lihat jam dinding aja tanda dimulainya special time & harus kasih reminder ke anak secara berkala ketika waktunya hampir habis. Caranya:
"Kita masih punya 10 menit untuk bermain."
"Kita masih punya 5 menit."
"Waktunya masih ada 2 menit."
"Waktu special time sudah habis, mama hitung ya, 10..9..8..7..6..5..4..3..2..1" diperagakan dengan jemari juga, untuk menghindari timbulnya perasaan cemas berlebih.
Yang perlu diwaspadai adalah Hiro menolak menyudahi special time. Maka saat itulah aku harus mengingatkan batasan dengan rumus: validasi emosi dulu, baru deh jelaskan lagi aturannya. Surprisingly, aku ga menemukan kesulitan berarti, Hiro bisa langsung move on ke kegiatan berikutnya (bed time routines).

Mainannya siapa yang beresin? Khusus special time, orangtua harus merapikan mainan. Di luar special time, anak tetap diajak untuk mengantar mainan-mainannya pulang ke rumah masing-masing. Ini termasuk dalam aturan di skill 1.

Aku diberikan form berupa laporan bermain, yang isinya jenis kegiatan yang dilakukan, apa kesulitanku, apa yang terlihat berbeda, apa yang ingin ditanyakan ke coach. Macam jurnal agenda gitu lah.

Selama bermain 2 minggu itu, aku masih kebingungan, kadang mati gaya. Aku mencoba fokus ke anak, melihat ke wajah anak, bukan ke mainannya. Hiro cuma nyeletuk, "Mama kok ngelihatin Hiro terus?", yang aku jawab dengan senyum dan bilang "karena mama suka lihat Hiro", lalu dia melanjutkan mainnya. Aku coba praktekan sedikit beberapa skill lain yang sempat di-spill sama coach.

Di pertemuan berikutnya, jurnal agenda special time tadi akan dibaca oleh coach, lalu skill setting & boundaries-ku diuji.

Alhamdulillah di pertemuan kedua ini aku lulus skill pertama!! Bahkan coach mengapresiasi cara bermainku yang sebenarnya akan dibahas di pertemuan berikutnya. Dengan ini aku bisa lanjut ke skill kedua yaitu: Focus.

Tapi.. aku ceritain di postingan berikutnya ya.. 

Mohon bersabar dan terima kasih sudah membaca!

Comments

Popular Posts